Aku masih duduk menghadap layar 14 inc. Yang menampilkan poto - poto kenangan kala aku di usia balita. Belum terdapat kata - kata disana. Hanya bayangan-bayangan semu yang aku tak ingat pernah mengalaminya.
Ku klik satu kali mouseku. Dan muncullah photo-photo ketika aku bertamasya ketika SD. aku menemukan wajah-wajah yang tak asing namun aku tak ingat siapa nama - nama mereka. Sebuah senyuman merekah di wajahku yang sayu. Aku yang sekarang terliat jauh berbeda dengan aku yang di poto itu. baik secara fisik maupun sesuatu yang tak nampak didalam diriku, yang orang-orang bilang namanya adalah ideology.
Berkembangnya jaman yang kulalui merubah itu semua. Kerasnya keidupan yang menimpaku dan orang orang yang hidup pada jamanku ini membawa semrawutan dalam kehidupan kami semua. Tak ada lagi kepolosan seperti cita-citaku saat aku di photo itu. Sebuah kesederhanaan yang dahsyat seperti cita-cita seorang anak yang ingin jadi presiden. Atau seorang anak yang dengan lantang berani berdiplomasi jujur dan apa adanya tanpa takut tangan - tangan penguasa akan membungkamnya.
Aku mengalihkan perhatianku dari layar ke segelas kopi disampingku. aku minum sedikit kemudian meletakkannya lagi keatas tatakannya.
Kini dilayar terlihat photo-photo ketika aku duduk di bangku smp. Sebuah awal aku mengenal budaya korupsi. Dimana aku belajar dari organisasi paling beken di sekolah yaitu OSIS. Dimana kami mulai didik untuk menyisihkan sebagian waktu kami untuk belajar, digunakan utnuk sesuatu yang lebih dari sekedar materi di kelas. dari alasan sesuatu yang lebih penting tersebut aku mulai belajar mengkorupsi waktu. mengadakan waktu yang seharusnya tak ada untuk menghindar dari pelajaran yang tak kusuka.
Aku melihatku memakai seragam bercelana. Dengan raut muka yang lebih tegas dari photo - photo sbelumnya. Raut yang terbalut oleh idealisme tinggi. Sebuah awal dimana loyalitas menjadi suatu junjungan. Awal dari masuknya ajaran politik dalam darahku.
Banyak memori tak terlupakan disini. Tentang wajah - wajah mereka yang dulu bahu-membahu menjujung idealisme kami. Kemanakah mereka kini. tak satupun aku pernah bertemu lagi.
Pernah sekali aku berjumpa dengan seseorang yang dulu selalu duduk sebangku bersamaku. Saat aku selalu memberikan jawaban ujianku kepadanya. Terakhir aku melihatnya adalah saat aku membaca koran tentang penangkapan gembong pengedar sabu-sabu. Ya, dialah gembong tersebut.
Terpampang photo seorang gadis manis dilayarku. Aku ingat dia, seorang teman sekelasku yang juga pernah menjadi pacarku sebelum dia meninggalkanku karna harus menikah dengan pria yang katanya berjasa pada keluarganya. Sejak saat itu aku tak pernah melihatnya lagi.
Aku berphoto memakai baju kebesaran seorang wisudawan. Dengan nilai memuaskan dan masuk dalam peringkat 20 besar. Aku dengan keyakinan akan idealisme dan berbagai cita-cita untuk memperbaiki kehidupan di negri ini. Dengan raut muka yang sangat tegas. Menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Sungguh suatu masa dimana aku benar-benar akan menghadapi keidupan yang sebenarnya.
BRAaaa....K!!!
Terdengar suara pintu dibanting, sesosok gadis dengan baju berlengan pendek berwarna kuning dan rok mini merah bergaris hitam datang menghadap didepan meja kerjaku.
"Ayah, ini sudah kelewatan. Teman-temanku semua sudah punya HP keluaran terbaru, sedangkan aku. Lihat ini! masih dengan HP butut bukan lalu. Aku tak mau tau. Pokoknya malam ini sebelum Jody menjemputku aku harus sudah punya yang baru."
"Kamu mau kemana malam ini?"
"Kemana?? Ya pestalah a-y-a-h...". Dia duduk diatas meja kerjaku dan menengadahkan tangannya dihadapanku berharap mendapatkan apa yang dia minta.
"Apa kabar ibumu?" tanyaku sambil merogoh laciku mencari sebendel cek penarikan uang.
"Tetap membosankan seperti dulu. Dan tetap miskin." Aku menarik nafas panjang mendengar perkataannya. Ya, aku telah bercerai dngan istriku empat tahun lalu. Dan itu membawa perubahan yang sangat buruk pada anak kami yang saat itu duduk dibangku kelas satu SMP.
Hak asuh anakku jatuh pada ibunya, dan selama itu aku selalu menafkahi anakku secara sembunyi-sembunyi dengan memberi uang jajan berlebih. Tanpa tahu bagaimana sebenarnya keadaan anakku sendiri. Dia selalu bersikap manis. Dan tidak menunjukkan keanehan-keanehan.
Aku selalu menuruti permintaannya. Namun pada suatuhari aku melihatnya duduk di meja kerjaku dan membawa beberapa kertas yang dikibas-kibaskannya untuk mengusir gerah disekitar lehernya. Yah kertas itu adalah kopian berkas - berkas yang membuat istriku menceraikanku. Bukti - bukti kejahatanku yang membuatku bergelimang harta haram ini. Hingga saat itulah anakku sendiri memerasku. Dan ternyata dia mengetahui cerita itu dari istriku. Dan dia memanfaatkannya untuk memerasku.
"Ini..Sepuluh juta cukup kan?"
"OK.. Terimakasih banyak ayahku yang paling baik.. Muach." Ciuman kecil mendarat dipipiku. Dan dia berlalu dengan membiarkan pintu itu terbuka.
Pandanganku beralih pada photo-photo di layarku lagi. Aku menutupnya, meminum sedikit kopi yang tersisa setengah gelas, dan mencoba menutup mata. Mencoba untuk menutup mata ini selamanya.
Pengumuman
Karena ini blog lama, jadi banyak hal yang agak aneh, seperti link friendster yang masih terpasang. itu tidak usah di klik juga gapapa, dan g usah protes kalo udah terlanjur :). Karena saya memang mengusahakan keadaan blog ini seperti dahulu kala. Meski ada beberapa yang saya tambahkan, seperti tulisan ini contohnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar