Ngawur...
Sungguh ngawur!!!
Ditengah tengah maraknya penolakan terhadap UAN, banyak siswi SMA kita menjadi korban keganasan teknologi. Sungguh suatu cerminan nyata dari keadaan bangsa ini.
Dua siswi sma(yang saya tahu pemberitaanya di TV saat menulis post ini) sudah menjadi korban cowok yang baru dia kenal melalui situs jejaring Facebook. Hanya melalui perkenalan di Facebook, sang cowok sudah berhasil membuat sang cewek kelepek-kelepek dan mau-mau aja diajak kemanapun.
dengan melihat hal itu, sudahkah kita dapat mengatakan bahwa SDM di negara kita telah maju? Yah mungkin bagi sebagian anda dan saya(hehehe) yang masih mampu berfikiran positif terhadap majunya teknologi yang sangat pesat ini SDM negara ini sudah lumayan maju. Namun ternyata itu hanya untuk sebagian orang. Sebagian besar lagi tidak.
Nah, ternyata masih ada kesenjangan di bangsa ini tentang masalah mutu SDM. dengan begitu harus ada tolok ukur penyetara mutu bukan. Nah dari dulu sudah ada penyetara tersebut. Ya, UN adalah salah satu alat penyetara mutu yang sungguh efektif bagi pelajar di negara ini.
Simpel kan, yang mutunya memenuhi lulus dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi untuk upgreading mutu, yang tidak memenuhi tidak lulus dan harus memperbaiki mutu dirinya hingga mampu menyamai yang telah lulus. Mungkin kekurangannya hanya pada sistem pelaksanaannya yang kurang sempurna. Seperti masih sering terjadinya kecurangan-kecurangan dan minimnya kompensasi untuk kesalahan teknis, seperti kesalahan pengisian dan sebagainya.
Dengan alasan kurang sempurnanya sistem pelaksanaan tersebut ramai-ramai masyarakat menolak diadakannya UN. Tanpa melihat sisi baiknya. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak ingin rugi jika UN diadakan seperti orang-orang yang menyadari mutunya kurang namun tidak mau berusaha lebih keras. Mereka ramai - ramai turut menolak adanya UN dan mendukung penyerahan keputusan lulus atau tidak pada sekolah masing-masing. Padahal tiap sekolah juga memiliki kepentingannya sendiri, mereka juga tidak mau dirugikan dengan banyaknya pelajar disekolahnya yang tidak lulus. Hal ini akan menurunkan pamor sekolah tersebut dimata masyarakat.
Jadi bisa dibayangkan jika UN tidak ada. Tak kan ada lagi pelajar yang tidak lulus di negri ini. Namun akan semakin kabur standar mutu SDM bangsa ini. Dan pada akhirnya masyarakat menyalahkan teknologinya, tanpa memperhitungkan keadaan mereka sendiri. Adanya kasus Facebook ini harusnya menyadarkan kita kembali tentang keadaan mutu kita saat ini. Haruskah kita menolak teknologi yang menurut kita tidak sesuai, atau memperbaiki mutu kita agar tidak terkena dampak negatif dari setiap teknologi baru yang ada.
Pengumuman
Ilmu dan motivasi dapat diperoleh dari mana saja. Setelah membaca artikel dari O-om.Com, saya selalu mendapat hal-hal baru. Baik ilmu baru maupun motivasi yang menumbuhkan semangat baru.
Kita tak perlu malu mengakui dari mana kita mendapat pengetahuan tersebut. Karna dengan membuka diri dan mau mengakui kelebihan orang lain lah yang akan membawa kita menuju manusia baru yang lebih baik.
Setelah membaca artikel bertema kiat2 mencari ide agar blog kita lebih menarik, saya jadi sadar dengan keadaan blog saya ini. Dari segi tampilan sebenarnya sudah cukup mewakili. Tapi isi dan pelabelanya. Sungguh sangat kurang.
Saya saja bingung mau menaruh di label mana postingan ini. Apa label pengalaman, atau label umum.
Akan saya rpesifikkan itu semua nanti. Skarang cari ide dulu.
Aku masih duduk menghadap layar 14 inc. Yang menampilkan poto - poto kenangan kala aku di usia balita. Belum terdapat kata - kata disana. Hanya bayangan-bayangan semu yang aku tak ingat pernah mengalaminya.
Ku klik satu kali mouseku. Dan muncullah photo-photo ketika aku bertamasya ketika SD. aku menemukan wajah-wajah yang tak asing namun aku tak ingat siapa nama - nama mereka. Sebuah senyuman merekah di wajahku yang sayu. Aku yang sekarang terliat jauh berbeda dengan aku yang di poto itu. baik secara fisik maupun sesuatu yang tak nampak didalam diriku, yang orang-orang bilang namanya adalah ideology.
Berkembangnya jaman yang kulalui merubah itu semua. Kerasnya keidupan yang menimpaku dan orang orang yang hidup pada jamanku ini membawa semrawutan dalam kehidupan kami semua. Tak ada lagi kepolosan seperti cita-citaku saat aku di photo itu. Sebuah kesederhanaan yang dahsyat seperti cita-cita seorang anak yang ingin jadi presiden. Atau seorang anak yang dengan lantang berani berdiplomasi jujur dan apa adanya tanpa takut tangan - tangan penguasa akan membungkamnya.
Aku mengalihkan perhatianku dari layar ke segelas kopi disampingku. aku minum sedikit kemudian meletakkannya lagi keatas tatakannya.
Kini dilayar terlihat photo-photo ketika aku duduk di bangku smp. Sebuah awal aku mengenal budaya korupsi. Dimana aku belajar dari organisasi paling beken di sekolah yaitu OSIS. Dimana kami mulai didik untuk menyisihkan sebagian waktu kami untuk belajar, digunakan utnuk sesuatu yang lebih dari sekedar materi di kelas. dari alasan sesuatu yang lebih penting tersebut aku mulai belajar mengkorupsi waktu. mengadakan waktu yang seharusnya tak ada untuk menghindar dari pelajaran yang tak kusuka.
Aku melihatku memakai seragam bercelana. Dengan raut muka yang lebih tegas dari photo - photo sbelumnya. Raut yang terbalut oleh idealisme tinggi. Sebuah awal dimana loyalitas menjadi suatu junjungan. Awal dari masuknya ajaran politik dalam darahku.
Banyak memori tak terlupakan disini. Tentang wajah - wajah mereka yang dulu bahu-membahu menjujung idealisme kami. Kemanakah mereka kini. tak satupun aku pernah bertemu lagi.
Pernah sekali aku berjumpa dengan seseorang yang dulu selalu duduk sebangku bersamaku. Saat aku selalu memberikan jawaban ujianku kepadanya. Terakhir aku melihatnya adalah saat aku membaca koran tentang penangkapan gembong pengedar sabu-sabu. Ya, dialah gembong tersebut.
Terpampang photo seorang gadis manis dilayarku. Aku ingat dia, seorang teman sekelasku yang juga pernah menjadi pacarku sebelum dia meninggalkanku karna harus menikah dengan pria yang katanya berjasa pada keluarganya. Sejak saat itu aku tak pernah melihatnya lagi.
Aku berphoto memakai baju kebesaran seorang wisudawan. Dengan nilai memuaskan dan masuk dalam peringkat 20 besar. Aku dengan keyakinan akan idealisme dan berbagai cita-cita untuk memperbaiki kehidupan di negri ini. Dengan raut muka yang sangat tegas. Menatap masa depan dengan penuh keyakinan. Sungguh suatu masa dimana aku benar-benar akan menghadapi keidupan yang sebenarnya.
BRAaaa....K!!!
Terdengar suara pintu dibanting, sesosok gadis dengan baju berlengan pendek berwarna kuning dan rok mini merah bergaris hitam datang menghadap didepan meja kerjaku.
"Ayah, ini sudah kelewatan. Teman-temanku semua sudah punya HP keluaran terbaru, sedangkan aku. Lihat ini! masih dengan HP butut bukan lalu. Aku tak mau tau. Pokoknya malam ini sebelum Jody menjemputku aku harus sudah punya yang baru."
"Kamu mau kemana malam ini?"
"Kemana?? Ya pestalah a-y-a-h...". Dia duduk diatas meja kerjaku dan menengadahkan tangannya dihadapanku berharap mendapatkan apa yang dia minta.
"Apa kabar ibumu?" tanyaku sambil merogoh laciku mencari sebendel cek penarikan uang.
"Tetap membosankan seperti dulu. Dan tetap miskin." Aku menarik nafas panjang mendengar perkataannya. Ya, aku telah bercerai dngan istriku empat tahun lalu. Dan itu membawa perubahan yang sangat buruk pada anak kami yang saat itu duduk dibangku kelas satu SMP.
Hak asuh anakku jatuh pada ibunya, dan selama itu aku selalu menafkahi anakku secara sembunyi-sembunyi dengan memberi uang jajan berlebih. Tanpa tahu bagaimana sebenarnya keadaan anakku sendiri. Dia selalu bersikap manis. Dan tidak menunjukkan keanehan-keanehan.
Aku selalu menuruti permintaannya. Namun pada suatuhari aku melihatnya duduk di meja kerjaku dan membawa beberapa kertas yang dikibas-kibaskannya untuk mengusir gerah disekitar lehernya. Yah kertas itu adalah kopian berkas - berkas yang membuat istriku menceraikanku. Bukti - bukti kejahatanku yang membuatku bergelimang harta haram ini. Hingga saat itulah anakku sendiri memerasku. Dan ternyata dia mengetahui cerita itu dari istriku. Dan dia memanfaatkannya untuk memerasku.
"Ini..Sepuluh juta cukup kan?"
"OK.. Terimakasih banyak ayahku yang paling baik.. Muach." Ciuman kecil mendarat dipipiku. Dan dia berlalu dengan membiarkan pintu itu terbuka.
Pandanganku beralih pada photo-photo di layarku lagi. Aku menutupnya, meminum sedikit kopi yang tersisa setengah gelas, dan mencoba menutup mata. Mencoba untuk menutup mata ini selamanya.
apakah aku harus mengganti topik blog ini?
tampaknya aku memang harus lebih fokus. mulai memperbaiki diri. lebih belajar lagi menulis. sebenarnya banyak yang ingin aku tulis.namun mengawali menulis terasa sangat berat. seberat mengisi KRS di semester baru di tempatku menempa diri mencari ilmu.
atau mungkin karna aku kurang konsisten dalam menulis? atau tulisanku sama sekali tidak menarik? aku tak tahu. mungkin keduanya benar.
aku akan coba dalam waktu ngenet yang ad ini untuk bikin satu buah tulisan. mungkin berupa cerpen..
ok...mari mulai.